Judul buku : Dear Nathan
Penulis : Erisca Febriani
Tahun Terbit : 2016
Tebal : 528 halaman
Penerbit : Best Media
Putih Abu-abu :
tentang Persahabatan, Pelajaran Kehidupan, dan Pentingnya untuk Selalu
Menghargai Perasaan
Banyak
yang bilang masa sekolah yang paling indah ialah ketika masa putih abu-abu.
Barangkali mereka yang benar merasakan masa itu paling indah bakal mengiyakan
hal tersebut. Masa SMA atau lebih populer disebut dengan masa putih abu-abu disaat
itulah kita terakhir menggunakan seragam sekolah. Dengan segala
pernak-perniknya, pastilah banyak hal berkesan untuk dikenang baik menyenangkan
maupun tidak mengenakan.
Tentu
saja yang pernah SMA pasti pernah mengalaminya. Mulai dari bolos sekolah,
nongkrong di kantin, terlambat datang ke sekolah, tidak pernah mengerjakan PR,
menyontek saat ulangan, datang pagi-pagi untuk menyalin PR teman, dihukum di
bawah tiang bendera, dipukul guru pakai penggaris papan, baju yang tidak pernah
dimasukan, menjailin teman, ramai saat guru tidak ada, soal cinta-cintaan ala
anak SMA hingga masalah keluarga. Semua itu terangkum dalam kisah Nathan dan
Salma.
Kisah
itu dimulai ketika Salma Alvira pindah sekolah. Semua itu berawal dari
keterlambatan Salma mengikuti upacara pertama di sekolah. Lalu, ia bertemu
dengan seorang cowok yang membantunya masuk sekolah melalui gerbang samping.
Lewat pertemuan singkat itu mengantarkannya ke pertemuan berikutnya. Cowok
tersebut bernama Nathan Januar Prasetyo. Siswa yang paling nakal sekaligus
selalu menjadi buah bibir satu sekolah. Nama itu diketahuinya setelah pertemuan
kedua. Setelah pertemuannya dengan Nathan, hidup Salma seketika berubah.
Beruntun
kejadian justru semakin mendekatkan Salma dengan Nathan. Tak ada kesamaan
kepribadian antara keduanya. Seolah mereka seperti dua sisi mata uang yang
selalu bertolak belakang. Uniknya, hal
itu membuat mereka saling melengkapi.
Seorang Salma yang polos dan Nathan dengan berbagai kekacauannya.
Dibalik
kekacauan Nathan tersimpan rahasia yang terus mengoyak air mata sedang ia tak
kunjung melepaskan belenggu itu. Belum cukup luka itu mengering, ia harus
dihadapkan kenyataan bahwa ibunya pergi untuk selamanya. Erisca Febriani juga
menghadirkan sosok Seli yang tak lain adalah cinta pertama Nathan. Pada
akhirnya, keadaanlah yang menarik kuat agar belenggu itu terlepas dari tubuh
Nathan sehingga ditemukanlah penawar luka itu.
Dear Nathan memberi pesan moral untuk pembaca
tentang persahabatan, pelajaran kehidupan, dan pentingnya untuk selalu
menghargai perasaan. Novel ini menunjukan bahwa apa yang di depan kelihatannya
baik belum tentu di belakangnya terlihat demikian begitupun sebaliknya.
Erisca
berhasil membawa pembaca mengalir menikmati novel tersebut. Novel dengan tebal
528 halaman itu tak akan terasa membosankan. Pembaca dibawa terhanyut dengan
segala hal yang ada di masa SMA. Bagi yang sudah lulus SMA, pembaca akan merasa
seolah bernostalgia dengan masa putih abu-abu. Selain itu, ada kabar gembira
untuk pecinta novel ini karena novel Dear Nathan akan segera di film kan.
Meskipun
begitu, masih ada kekurangan dalam novel ini. Ketika penulis ingin menggunakan
bahasa inggris dalam beberapa tulisanya sebaiknya jangan hanya satu kata saja
apalagi bukan kata bahasa inggris yang umum digunakan. Sehingga ketika dibaca
terasa kurang enak dibaca. Untuk itu, jika ingin menggunakan bahasa inggris
gunakan dalam satu kalimat bukan hanya satu kata saja.
Novel
ini terlalu berfokus pada tokoh Nathan saja. Sedangkan Salma yang juga tokoh
utama dalam novel ini kurang kuat dalam karakter penokohanya. Sehingga sampai
akhir novel ini, pembaca masih dibuat bingung dengan bagaimana karakter tokoh Salma
yang sebenarnya. Terlepas dari itu semua, novel ini cukup menghibur bagi yang masih SMA maupun yang sekedar ingin
bernostalgia dengan masa putih abu-abu.
