Saturday, July 16, 2016

Resensi Novel Dear Nathan


Judul buku      : Dear Nathan
Penulis             : Erisca Febriani
Tahun Terbit    :  2016
Tebal               : 528 halaman
Penerbit           : Best Media


Putih Abu-abu : tentang Persahabatan, Pelajaran Kehidupan, dan Pentingnya untuk Selalu Menghargai Perasaan

Banyak yang bilang masa sekolah yang paling indah ialah ketika masa putih abu-abu. Barangkali mereka yang benar merasakan masa itu paling indah bakal mengiyakan hal tersebut. Masa SMA atau lebih populer disebut dengan masa putih abu-abu disaat itulah kita terakhir menggunakan seragam sekolah. Dengan segala pernak-perniknya, pastilah banyak hal berkesan untuk dikenang baik menyenangkan maupun tidak mengenakan.
Tentu saja yang pernah SMA pasti pernah mengalaminya. Mulai dari bolos sekolah, nongkrong di kantin, terlambat datang ke sekolah, tidak pernah mengerjakan PR, menyontek saat ulangan, datang pagi-pagi untuk menyalin PR teman, dihukum di bawah tiang bendera, dipukul guru pakai penggaris papan, baju yang tidak pernah dimasukan, menjailin teman, ramai saat guru tidak ada, soal cinta-cintaan ala anak SMA hingga masalah keluarga. Semua itu terangkum dalam kisah Nathan dan Salma.
Kisah itu dimulai ketika Salma Alvira pindah sekolah. Semua itu berawal dari keterlambatan Salma mengikuti upacara pertama di sekolah. Lalu, ia bertemu dengan seorang cowok yang membantunya masuk sekolah melalui gerbang samping. Lewat pertemuan singkat itu mengantarkannya ke pertemuan berikutnya. Cowok tersebut bernama Nathan Januar Prasetyo. Siswa yang paling nakal sekaligus selalu menjadi buah bibir satu sekolah. Nama itu diketahuinya setelah pertemuan kedua. Setelah pertemuannya dengan Nathan, hidup Salma seketika berubah.
Beruntun kejadian justru semakin mendekatkan Salma dengan Nathan. Tak ada kesamaan kepribadian antara keduanya. Seolah mereka seperti dua sisi mata uang yang selalu bertolak belakang.  Uniknya, hal itu  membuat mereka saling melengkapi. Seorang Salma yang polos dan Nathan dengan berbagai kekacauannya.
Dibalik kekacauan Nathan tersimpan rahasia yang terus mengoyak air mata sedang ia tak kunjung melepaskan belenggu itu. Belum cukup luka itu mengering, ia harus dihadapkan kenyataan bahwa ibunya pergi untuk selamanya. Erisca Febriani juga menghadirkan sosok Seli yang tak lain adalah cinta pertama Nathan. Pada akhirnya, keadaanlah yang menarik kuat agar belenggu itu terlepas dari tubuh Nathan sehingga ditemukanlah penawar luka itu.
 Dear Nathan memberi pesan moral untuk pembaca tentang persahabatan, pelajaran kehidupan, dan pentingnya untuk selalu menghargai perasaan. Novel ini menunjukan bahwa apa yang di depan kelihatannya baik belum tentu di belakangnya terlihat demikian begitupun sebaliknya.
Erisca berhasil membawa pembaca mengalir menikmati novel tersebut. Novel dengan tebal 528 halaman itu tak akan terasa membosankan. Pembaca dibawa terhanyut dengan segala hal yang ada di masa SMA. Bagi yang sudah lulus SMA, pembaca akan merasa seolah bernostalgia dengan masa putih abu-abu. Selain itu, ada kabar gembira untuk pecinta novel ini karena novel Dear Nathan akan segera di film kan.
Meskipun begitu, masih ada kekurangan dalam novel ini. Ketika penulis ingin menggunakan bahasa inggris dalam beberapa tulisanya sebaiknya jangan hanya satu kata saja apalagi bukan kata bahasa inggris yang umum digunakan. Sehingga ketika dibaca terasa kurang enak dibaca. Untuk itu, jika ingin menggunakan bahasa inggris gunakan dalam satu kalimat bukan hanya satu kata saja.

Novel ini terlalu berfokus pada tokoh Nathan saja. Sedangkan Salma yang juga tokoh utama dalam novel ini kurang kuat dalam karakter penokohanya. Sehingga sampai akhir novel ini, pembaca masih dibuat bingung dengan bagaimana karakter tokoh Salma yang sebenarnya. Terlepas dari itu semua, novel ini cukup menghibur  bagi yang masih SMA maupun yang sekedar ingin bernostalgia dengan masa putih abu-abu.

0 komentar: